Minggu, 11 Agustus 2013

Cinta dalam gelap 2



Aku menutup telingaku dan menangis. Aku duduk di jalan tanpa peduli apa-apa lagi. "Riyu ... kamu di mana ... aku takut ... Riyu"."Tak apa, ada beribu cahaya yang bersinar setiap harinya, tak peduli siang atau malam, mereka akan terus bersinar. Suara Riyu terdengar begitu menenangkan, namun terdengar jauh. Sepertinya ia sedang berfiri. "Di mana ... cahaya-cahaya itu?" Riyu mendongakkan kepalaku ke atas. Mataku menangkap sebuah pemandangan indah yang selama ini tak pernah aku pedulikan. Bintang.

Langit kala itu sangat cerah, tak ada awan di langit. Langit begitu hitam dan gelap, namun beribu bintang bersinar menghiasinya. Bulan sabit menampakkan senyum langit. Indah.

"Kegelapan tidak selamanya menakutkan. Kadang ia bisa menjadi wadah yang tepat untuk menciptakan sesuatu yang indah."
Aku masih terpana langit malam. Tapi aku tahu, ucapan Riyu dalam.

Lampu jalan berkedip, membuat aku dan Riyu terkejut. Kedipannya makin cepat dan akhirnya lampu menyala. "Syukurlah." ujarku lega. Aku menatap langit kembali, namun pemandangan indah tadi tak terlihat lagi. Cahaya bintang-bintang itu tersapu oleh cahaya lampu jalan.

"Bintangnya ..." gumamku kecewa. "Mereka tidak kemana-mana, tenang saja. Sekarang, coba tutup matamu." Meski tidak terlalu yakin, aku menutup mataku. Aku merasakan Riyu menyentuh rambutku dan memainkannya. "Selesai! Buka matamu!" Aku pun membuka mataku. Riyu mengenyampingkan rambutku ke leher kananku dan mengikatnya dengan ikat rambut dengan bintang putih di atasnya. "Bintangnya ada di sini." Kata Riyu seraya menunjuk bintangnya sambil tersenyum ramah. "Ini benda yang aku ambil tadi." "Terima kasih, Riyu. Mulai detik ini ... kegelapan takkan membuatku takut lagi."

"Ketika aku masih kecil, aku pernah diculik. Aku disekap, tangan dan kakiku diikat, kemudian di masukkan ke ruangan gelap dan sempit -semacam lemari. Siang atau pun malam, lemari itu selalu gelap. Suatu hari, aku mendengar ada keributan di luar, sepertinya ada yang ingin menyelamatkanku. Aku pun bergerak sebisaku, berharap ada yang menyadari keberadaanku di lemari itu. Benar saja, si penyelamat tadi menyadarinya. Ia berusaha membuka pintu lemarinya. Di luar, terik matahari menembus mataku. Itu pertama kalinya aku sangat merasa bersyukur bisa melihat cahaya lagi.r Aku melihat kumpulan penjahat sudah tergeletak tak berdaya di lantai. Si penyelamat tadi menarikku keluar usai melepaskan sekap dan ikatanku. Tapi tiba-tiba, ada yang menembaknya dari belakang. Ternyata masih ada penjahat yang sadar dan masih mampu menarik pelatuk pistolnya. Si penyelamat memelukku, namun ia sendiri ditembaki dari belakang. Kalimat terakhirnya adalah, "Larilah sekarang, Adikku."

Malam itu, menjadi malam yang panjang. Aku dan Riyu pulang berjalan kaki karena motor Riyu masih mogok. Usai mendengar ceritaku tadi, Riyu meminta maaf dan berusaha membuatku tersenyum. Aku menghargainya. Well, Kurasa ... aku mulai menyukainya.

"Kau bergumam terlalu keras, Sasha. Aku bisa mendengarmu."

Crap.

Dikutip dari: kawankumagz.com

0 komentar:

Posting Komentar