Minggu, 11 Agustus 2013

Our love story3


"Akhirnya berani juga lo nembak Mela. Ini baru yang namanya sepupu gue!" seru Ambar bangga sambil menepuk bahu Tama.
"Tapi gue deg-degannya sampe sekarang, Bar."
"Udah, lo rileks aja, oke? Mending lo berdoa semoga jawaban Mela adalah iya."
Tama mengangguk lalu memeluk erat sepupunya itu. "Big thanks for you my sista. Kalo bukan karena lo, mungkin sampe sekarang gue gak berani ngungkapin perasaan gue ke Mela."
"Iya, iya, udah gih buruan mandi. Nyokap ngajakin lo makan malem di rumah gue. Gak lucu dong kalo gue nunjukkin sepupu gue dengan tamopangnya yang kumel ini."
"Hu, dasar lo, ya. Iya deh gue mandi. Udah gak sabar nyicipin masakan Tante gue tersayang,"
"Hu, giliran makanan aja lo cepet. Kalo urusan nembak cewek langsung melempem." ejek Ambar. Tama hanya membalas ucapan Ambar dengan kekehannya yang khas.
Ambar merasa senang karena akhirnya sepupunya itu berhasil menyatakan perasaannya kepada gadis yang ia suka.
"Akhirnya tugas gue selesai. Ah... giliran gue sekarang nyari pacar beneran."
***
"Dia nembak gue di taman ini, dan gue juga harus kehilangan dia di taman ini. Lo tau betapa sakitnya gue saat itu?"
"Mel, itu semua udah takdir Tuhan. Kematian itu sudah di atur sama Tuhan. Kita cuma bisa ngejalani takdir yang udah Tuhan tulis buat kita." kata Ambar.
"Kalo aja gue gak nyuruh dia ke taman ini, mungkin sampe sekarang dia masih hidup. Gue masih bisa ngeliat cengiran jelek dia."
"Mel..." panggil Ambar pelan.
"Andai saat itu penyakitnya gak kambuh. Andai gue tau kalo dia baru keluar dari rumah sakit. Andai gue tau...."
***
"Bagaimana keadaan sepupu saya, dok?" tanya Ambar saat melihat dokter yang menangani Tama keluar dari UGD.
Dokter Dina menghembuskan nafas dengan berat. Ambar merasa jantungnya sangat sakit saat melihat ekspresi dokter itu. Mela terus meneteskan air mata dan kemudian jatuh pingsan setelah mendengar jawaban dari Dokter Dina.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami tidak dapat melawan kuasa Tuhan. Saudara Tama sudah berusaha sekuat tenaga melawan sel kankernya. Tapi sel kankernya lebih kuat dari semangat Tama untuk bertahan hidup. Kanker otaknya sudah tahap akhir, dan akibat kecelakaan ini Tama tidak dapat bertahan lagi. Tuhan sudah memanggil Tama untuk menghapNya."
***
"Mel, mending kita pulang yuk. Udah malem. Anginnya gak bagus buat badan lo."
Mela mengangguk lemah. Walaupun hatinya masih menginginkan dirinya untuk tetap berada di taman ini. Tapi kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk tetap berada di tempat ini.
Baru beberapa langkah Mela dan Ambar meninggalkan taman itu, Mela langsung jatuh pingsan di pelukan Ambar.
"Mel, bangun Mel," Ambar menepuk pelan pipi Mela.
Ambar semakin khawatir saat mendapati wajah Mela yang pucat seputih kapas. Dengan terlatih Ambar memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Mela. Ambar tak kuasa untuk tidak meneteskan air matanya.
"Inalillahi wa inalillahi rojiun...." Ambar berkata lirih sambil memeluk tubuh Mela yang semakin dingin.
"Semoga lo bahagia di sana, Mel."

Dikutip dari: kawankumagz.com

0 komentar:

Posting Komentar