Minggu, 11 Agustus 2013

Undangan berbau melati


Entah ingin kumulai cerita ini darimana, mungkin aku akan mengenalkan diriku yang "pengecut" ini. Ya, seorang bernama Aris ini memang seorang pengecut. Telah lama ia memendam hasrat dengan Rianti, teman semasa bersekolah di SMA dulu. Rianti yang manis, baik, dan selalu menjadi pujaan hatiku dan mungkin seluruh anak laki-laki ingusan di sekolahku yang belum bisa membedakan "hasrat" dan "kasih sayang". Aku dan Rianti sekelas waktu itu mulai dari kelas 2 SMA, kami di dalam kelas seperti sepasang sejoli yang sedang memadu kasih, namun waktu itu dalam hatiku timbul keraguan, karena Rianti selalu baik dengan semua teman-temannya, baik itu perempuan maupun laki-laki. Jadi aku berpikir dia hanya berbuat yang "biasa" yang dia perbuat pada teman-temannya yang lain itu.

Sekarang aku sudah bekerja sebagai Akuntan di sebuah perusahaan berkembang di Ibukota Jakarta. Namun, undangan berbau mawar yang dikirimkan melalui temanku semasa SMA, Aryuni, membuat leherku seakan tercekat. Bagaimana tidak, karena undangan itu adalah undangan pernikahan Rianti!!. Aku serasa di ujung ambang kesedihan, seseorang yang lama kukagumi dan tiap saat aku bermimpi ia akan melahirkan anak-anakku yang lucu-lucu dari rahimnya, kini akan menikahi orang lain!!!.
Tinggal menghitung jam saja pernikahan yang paling kusesali, Aryuni menelponku dari ujung sana.
"Eh buluk, lo ngga dapet undangannya atau gimana sih? kami semua sudah nunggu lo nih disini. Lo temen yang ngga seru ih! sohib sekelas udah sibuk-sibuk bantuin Rianti, eh lo malah biasa aja."
Gue banyak urusan kantor, bawel lo! lo mau nyelesein kerjaan gue apa!?!"
"Eh, kok malah lo yang marah!?! sekali-kali jangan lurus-lurus aja hidup lo ngapa!?! sohib mau nikah kasi selamat kek apa kek!?! Rianti juga udah kangen berat dengan lo nih!"
Deg! Serasa hatiku tertohok, apa benar yang diucapkan Aryuni? Ah, masa bodohlah.
"Eh buluk malah mingkem aja!?! gue jemput lo ya!"
"Eh,tu-tung...."
Aryuni menghentikan secara sepihak percakapan kami, ya mau bagaimana lagi, aku sudah tahu kalau Si Bawel Aryuni sudah berkata, orang sebanyak apapun yang menentangnya pasti tak digubrisnya.
Singkat cerita, aku telah sampai di tempat pernikahan dengan tanganku ditarik oleh Aryuni. Disini aku sudah seperti anjing peliharaannya saja, ditarik kesana kemari. Aku terkejut saat memasuki ruang rias, aku bukan terkejut dengan banyaknya teman sekelas yang ada disana, tapi aku terkejut melihat rupa Rianti. Dia seperti bidadari surga yang jatuh dari langit, mulutku ternganga lebar seakan tak percaya, dia malah sekarang lebih manis, ah bukan, malah lebih cantik menurutku dengan gaun merah marun tanpa lengan tersebut. Kekagetanku terhenti ketika suara tertawa yang amat renyah itu menyadarkanku.
"Eh, Arisss! apa kabar?"
Ah, senyummu Rianti, semakin manis saja.
"Eh, i-iya Ri, a-aku baik-baik saja k-kok..."
"kok lama sih datangnya sih??? aku udah kangen nih? Hihihi."
"la-lagi si-si-sibuk Ri..."
Konyol rasanya apa yang kuperbuat, gaya bicaraku tidak pernah berubah saat berbicara dengannya, bahkan mungkin lebih parah dari saat SMA dulu. Namun dalam hati kecilku pun mulai terasa kepedihan, serasa ditusuk-tusuk oleh jarum yang menghujani hatiku yang lemah ini. Ingin rasanya aku keluar dari sini dan menghisap rokokku sebanyak yang mulutku mampu.
Aku berdiam diri di balkon, menenangkan perasaanku yang diselimuti kemelut kekecewaan seraya menghisap rokokku. Sedikit tenang perasaanku, walau masih di mataku terasa gatal karena adanya air mata yang mengalir. Seketika aku merasakan bahuku ditepuk.
"Eh Ncit, lo ngapain diluar? dingin tau."
Rupanya Januar, teman sebangkuku dan juga teman terbaikku saat melakukan banyak hal konyol dulu SMA.
"Eh lo Cing, kirain siapa."
"Ayo pasti ngirain Rianti ya? Hahaha, lo juga sih kelamaan, diembat orang deh."
"Lo kira ikan apa diembat-embat..."
"Santai Ncit, lo ah sensian amat. Masuk yuk, temen-temen lagi asik curhat tuh di dalem."
"Males ah, lo aja..."
"Eh lo ikut aja ngapa? sini, sini."
Lagi aku seperti sapi yang congornya ditarik-tarik, mau tak mau kuikuti temanku itu.
Terlihat senda gurau diantara teman-teman lama yang mengenang masa-masa SMA dulu, namun pertanyaan Aryuni pada Rianti yang mengejutkanku.
"Eh Ri, emang dulu SMA lo ngga ada gitu suka sama temen-temen sekolah dulu? secara kan banyak laki-laki ngincer jadiin lo gebetan mereka."
"Ah, ngomongin apaan sih Yun."
"lah masa ngga ada yang nyangkut di hati lo."
"Ha, kamu ini kayak polisi aja, interogasi terus..."
"Ngga, kami penasaran aja, lo ini lurus apa ngga... Hehehe"
"Sebenernya ada sih..."
"Ayo cerita sama kita-kita Ri!!!"
"Ah, malu ah. Lagian aku kan udah mau nikah."
"Ah, ayolah Ri, daripada kami mati penasaran."
"Ah lebay lo Yun. Ya udah gue cerita. Hmmm. gini...dulu tuh...sebenarnya gue itu...Hmmm...suka sama...si...Aris..."
Jleb! wanita yang selama ini aku kagumi, juga menaruh rasa yang sama terhadapku.
"Masa sih, ngga percaya gue Ri."
"Bener, cuman...yah itu tadi...Aris terlalu cuek orangnya...kayaknya dia malah ngga suka sama aku. Jadi yang aku sekarang mulai ngubur rasa itu ke dia Yun..."
"Iya juga sih Ri, Aris orangnya cuek abis emang."
Rasanya ingin kubantah pernyataan Aryuni terhadapku. Ingin rasanya kuteriakkan perasaanku yang sedari dulu kupendam. Namun aku tidak ingin menjadi orang pengacau di keadaan ini.
Seluruh undangan sudah beranjak ke lantai dansa. Aku bergegas ke atas panggung, kuraih mikrofon 
dari pembawa acara.

"Hari ini, aku ingin menyanyikan sebuah lagu untuk kedua mempelai yang berbahagia ini. Sebuah lagu yang berjudul For a Thousand Years dari Kristina Perri."

Kupetik gitar tersebut, dan dengan lembut kumainkan gitar itu. Aku berharap dengan lagu ini dia akan tahu perasaanku. Aku harap dia gembira mengetahui aku juga mencintainya. Aku berharap dia akan berbahagia...walaupun bukan aku yang akan membahagiakannya.

Dikutip dari: kawankumagz.com

0 komentar:

Posting Komentar